Connect with us

Skandal

LSM PENJARA 1: Mafia Minyak Lebih Kuat dari Kartel Narkoba, Indonesia Harus Segera Bangun Kilang Sendiri

Jakarta – LSM PENJARA 1 menyuarakan keprihatinan mendalam atas kondisi sektor energi nasional yang dinilai masih dikuasai oleh jejaring rente impor dan mafia minyak. Seruan ini mencuat setelah pendiri Dangote Group, Aliko Dangote, dalam wawancara eksklusif dengan Bloomberg Television, menyatakan bahwa mafia minyak jauh lebih kuat dan berpengaruh dibandingkan kartel narkoba.

Pernyataan tegas dari salah satu konglomerat industri minyak terbesar di dunia itu menggambarkan betapa sulitnya membangun kemandirian energi di tengah tekanan kepentingan tersembunyi. Dangote mengungkap, dalam pengalamannya mengembangkan kilang raksasa di Nigeria, ia menyaksikan langsung bagaimana kelompok-kelompok mafia minyak menghalangi produksi domestik agar negara terus bergantung pada impor bahan bakar.

“Saya tidak pernah tahu bahwa mafia di industri minyak jauh lebih kuat daripada kartel narkoba,” ujar Dangote dalam wawancara tersebut.

Menurut LSM PENJARA 1, apa yang diungkapkan Dangote merupakan cermin dari realitas yang juga dihadapi Indonesia. Ketergantungan terhadap impor BBM dan lemahnya kapasitas pengilangan nasional telah menciptakan ruang subur bagi praktik mafia minyak. Akibatnya, APBN terbebani subsidi yang menggelembung, nilai tukar rupiah tertekan karena transaksi berbasis dolar, dan masyarakat terus menanggung dampak inflasi dari sistem energi yang tidak efisien.

Dalam siaran resminya, LSM PENJARA 1 menegaskan bahwa akar masalah terletak pada gagalnya Indonesia membangun kilang baru selama lebih dari dua dekade. Hingga kini, fasilitas pengolahan utama seperti Balikpapan, Cilacap, Dumai, dan Balongan sebagian besar merupakan warisan era lama. Proyek-proyek besar seperti Grass Root Refinery (GRR) Tuban dan RDMP Bontang pun tak kunjung rampung.

“Kutipan Dangote adalah alarm keras bagi bangsa ini,” tegas pernyataan LSM PENJARA 1. “Jika di Nigeria saja mafia minyak mampu menekan pemerintah, maka Indonesia harus lebih waspada. Kedaulatan energi hanya mungkin terwujud jika kita membangun kilang sendiri, memperkuat pengawasan distribusi, dan menutup ruang gelap permainan impor.”

LSM PENJARA 1 menilai, membangun kilang bukan sekadar proyek ekonomi, melainkan instrumen politik kedaulatan. Dengan pengolahan domestik, negara dapat mengukur konsumsi riil, menekan praktik manipulasi data impor, dan memastikan setiap barel minyak terpantau dari sumber hingga konsumen. Selain itu, kilang baru akan mengurangi ketergantungan pada dolar, menciptakan lapangan kerja, serta memperkuat industri petrokimia dan maritim nasional.

Dalam pandangan LSM PENJARA 1, strategi energi nasional harus diarahkan pada tiga pilar utama: pembangunan kilang baru, reformasi tata kelola subsidi, dan transparansi rantai pasok. Pembangunan kilang harus menjadi prioritas lintas pemerintahan—tidak boleh lagi bergantung pada alasan teknokratis atau hambatan politis yang memihak kepentingan importir.

Di sisi lain, reformasi subsidi harus dilakukan secara bertahap namun tegas. Subsidi BBM yang salah sasaran terbukti memperkaya kelompok tertentu dan menciptakan kebocoran fiskal yang luar biasa. Subsidi seyogianya difokuskan kepada nelayan, petani, pelaku UMKM, serta transportasi publik. Data penerima harus terbuka, diverifikasi digital, dan diumumkan secara berkala kepada publik.

LSM PENJARA 1 juga menyoroti pentingnya pengawasan menyeluruh terhadap tata kelola Pertamina dan BUMN energi lainnya. Setiap kebakaran atau ledakan kilang harus diusut dengan pendekatan forensik industri, bukan dibiarkan menjadi rutinitas tanpa transparansi.

“Negara harus berani memutus rantai mafia energi, baik yang berseragam korporasi maupun yang bersembunyi di balik regulasi,” tegas LSM PENJARA 1. “Bangun kilang di negeri sendiri, audit setiap tetes impor, dan hentikan praktik rente yang menghisap darah rakyat.”

Sebagai langkah jangka panjang, LSM PENJARA 1 mendukung transisi energi bersih dan percepatan adopsi kendaraan listrik sebagai bagian dari strategi penghematan subsidi. Dengan meningkatnya populasi kendaraan listrik, kebutuhan bensin impor otomatis berkurang, sementara daya serap terhadap listrik dari batu bara domestik akan memperkuat ekonomi dalam negeri.

Akhirnya, LSM PENJARA 1 menyerukan agar pemerintah Indonesia belajar dari pengalaman Nigeria dan peringatan keras Aliko Dangote. Kedaulatan energi bukan sekadar slogan, melainkan amanah konstitusi untuk memastikan kekayaan alam digunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Tanpa keberanian politik dan reformasi menyeluruh, bangsa ini akan terus menjadi penonton di tanahnya sendiri—terikat dalam rantai mafia minyak yang lebih kuat dari hukum itu sendiri.

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

More in Skandal